Senin, 03 September 2007

Abstrak wajib 01: 'Her Agony'

Punya Dian:
Bunda Teresa yang dilihat sebagai pemeluk agama yang taat ternyata menghabiskan hampir 50 tahun kehidupannya tanpa menyadari kehadiran Tuhan. (dalam 1 kalimat)

Abstrak:
Artikel "Her Agony" menceritakan surat rahasia Bunda Teresa yang menunjukkan bahwa ia pernah mengalami keraguan dalam hidupnya karena tidak adanya Tuhan. Hal ini memunculkan pertanyaan publik mengenai Tuhan dan keyakinannya, apa yang melatari pencapaian Bunda Teresa di dunia, dan persistensi dari cinta serta kerendahan hatinya pada manusia. Pengalaman spiritualnya yang dramatis dengan berbicara dengan Tuhan dirasakan sebagai suatu peristiwa alamiah--my darkness dan the absent one-- yang menimbulkan keraguan dalam dirinya sehingga Bunda Teresa mempelajari secara mendalam agamanya. Kunci dari penjelasan ini ada pada aspek spiritual dari agama Katolik yang diperjelas oleh pandangan psikologis, di mana kondisi ini akan mencapai keseimbangan dan integritas spiritual pribadi. Hal yang sama juga pernah dirasakan oleh Malcolm Muggerrigde--pembuat film--bahwa kehidupan spiritual, dari keraguan hingga menjadi spiritual, dilandasi oleh cinta yang dapat dipahami sebagai satu pelajaran berharga.

Punya Mon-mon:
Dalam buku Mother Theresa: Come Be My Light, terungkap suatu kenyataan mengejutkan bahwa Suster Theresa, seorang biarawati yang pernah mendapat hadiah nobel akan baktinya dalam menolong orang-orang yang miskin dan terlantar, memiliki keraguan terhadap keberadaan Tuhan. Buku yang mengungkapkan kenyataan ini merupakan buku yang berisi surat-surat Suster Theresa untuk pastur pengakuan dosa (confessors) dan kepala biaranya selama 66 tahun yang tidak dihancurkan oleh pihak gereja walaupun sang suster memintanya. Surat-surat tersebut mengungkapkan bahwa Suster Theresa merasa Tuhan telah membuangnya sehingga dia harus melakukan tugas-tugas kemanusiaan agar dapat dicintai Tuhan. Perasaan ragu tersebut membuat Suster Theresa merasa dirinya berada dalam kegelapan dan kepedihan yang makin terasa saat dirinya sukses melakukan tugas-tugasnya. Seorang psikoanalis, Dr. Richard Goettlieb, mencoba menjelaskan akan kondisi tersebut dengan teori mengenai adanya konflik dalam diri Suster Theresa mengenai konsep prestasii yang dianggap dosa yang harus ditebus dengan hukuman, semakin dia menginginkan Tuhan semakin dia merasa berdosa akan keegoisannya. Kondisi yang dialami Suster Theresa merupakan suatu contoh akan self-emptying love.

Punya Dion: (sudah lewat deadline)
Artikel “Her Agony” menceritakan tentang sisi lain Mother Teresa –bersumber dari surat-suratnya kepada orang-orang tempat ia mengaku dosa (confessor) yang menyingkap bahwa selama hampir 50 tahun ia tidak merasakan kehadiran tuhan dalam hidupnya— yang bertolak belakang dari citra yang tertangkap selama ini, melalui hasil kerjanya, doa-doa yang ia ucapkan dan pidato penerimaan nobelnya, yaitu hatinya berada di dalam kasih tuhan. Sumber utama artikel ini –sebuah buku yang berisi kumpulan surat-surat Mother Teresa, “Come Be My Light”— bukan karya dari pihak anti agama, melainkan hasil kerja seorang anggota senior Badan Amal Misionari (tempat Mother Teresa mengabdi) yang sedang mempersiapkan petisi untuk mengangkat Mother Teresa menjadi Orang Suci (pengumpulan surat-surat itu adalah bagian dari proses pengangkatan itu). “Kekosongan” atau “kesendirian” yang amat menyiksa yang dirasakan Mother Teresa bermula dari tahun 1948, hanya berselang dua tahun dari pengalaman spiritualnya mendengar dan bertemu Kristus. Ada tiga pendekatan yang mencoba menjelaskan fenomena ini –dari agama: bentuk penyucian diri dan pembuktian cinta yang seratus persen dilakukan oleh tuhan, dari psikoanalisa: hasil dari kepribadian Mother Teresa yang mempunyai konflik dengan pencapaian diri, dan dari atheis: Mother Teresa menyadari bahwa tuhan tak ada tapi tetap mempertahankan keyakinannya—. Mother Teresa akhirnya menerima keadaannya dan menganggap bahwa “kegelapan” itu adalah takdirnya yang merupakan jawaban dari doanya yang ingin meringankan derita Kristus. Hikmah dari kejadian yang menimpa Mother Teresa adalah agar manusia yang tidak menemukan cinta tuhan dalam dirinya bisa tetap mencintai tuhan dan berkata seperti Mother Teresa, “kebahagiaanmu (tuhan) adalah apa yang kuinginkan.”

Punya Rama:
Artikel ini menceritakan mengenai keraguan yang dialami oleh Mother Teresa mengenai adanya Tuhan dan surga. Sebagai tokoh yang sangat ternama di Agama Kristen, Mother Teresa dilihat oleh umatnya sebagai tokoh yang mampu mengarahkan dan mengajarkan umatnya mengenai Kristen. Sepuluh tahun setelah kematiannya ditemukan surat yang berisi bahwa Mother Teresa menjalani lima puluh tahun dalam hidupnya tanpa kepercayaannya terhadap Tuhan dan surga, hal ini terjawab melalui suratnya yang berisikan bagaimana ia melihat lingkungan di dunia yang sangat tidak sesuai dengan kondisi yang ia percayai. Mother Teresa mengetahui bahwa dengan mendekatkan diri kepada Yesus, ia akan memiliki rasa kedamaian dan kebahagiaan namun saat ia berkeliling dunia, Mother Teresa melihat bagaimana masih banyak orang-orang yang kurang beruntung sehingga mengguncang kepercayaannya terhadap adanya surga dan Tuhan. Pesan yang ditinggalkan pula oleh Mother Teresa adalah tidak boleh disebarluaskannya surat yang berisi keluhannya ini, karena dapat merusak kepercayaan terhadap Yesus dan menempatkan ia ke dalam kepercayaan yang baru.

Punya Lora
Bunda Teresa, seorang biarawati Katolik peraih hadiah nobel, merasakan kehampaan Tuhan dalam pelayanannya terhadap kaum miskin di Kalkuta yang diawali ketika ia mendengar panggilan Tuhan untuk mengajar dan melayani di daerah kumuh - orang sakit, anak-anak jalanan, pengemis. Ketika pelayanan yang ia lakukan semakin berkembang ia semakin merasakan ketidak adaan Yesus yang ia nyatakan dalam suratnya kepada Perier "The more I want Him- the less I am wanted". Dr. Richard Gottlieb menjelaskan bahwa orang yang memiliki kepribadian seperti Bunda Teresa sering mengalami konflik batin tentang tingginya pencapaian dan menemukan cara untuk menghukum diri sendiri. Setelah merasakan penderitaan dari kehampaan akan Tuhan selama lebih dari satu dekade, dengan dibantu oleh Rev. Joseph Neuner, Bunda Teresa secara bertahap dapat mengintegrasikan perasaannya.

Punya Fadli:
Bunda Teresa –seorang misionaris wanita yang menjadi salah satu pelopor dalam kepedulian terhadap kaum miskin– mempunyai sebuah pengalaman yang begitu lama disembunyikan, selama hampir 50 tahun beliau tidak merasakan keberadaan Tuhan. Sebelum memulai aktifitas sebagai penolong kamu miskin sebuah pengalaman mengubah hidup Teresa, ketika mengikuti kegiatan keagamaan di Himalaya ia mengatakan telah bertemu dengan Tuhan yang kemudian memintanya merawat orang-orang miskin dan meninggalkan pekerjaannya sebagai guru. Teresa pun mengikuti apa yang Tuhan minta, ia mulai membantu dan merawat orang-orang miskin di jalan-jalan, seiring dengan waktu Teresa mulai mengalami kehampaan dalam dirinya dan mulai merasa Tuhan hilang dalam dirinya. Penjelasan mengenai kehampaan akan Tuhan yang dialami Teresa salah satunya adalah pada kepribadian tertentu terdapat konflik antara tingginya pencapaian dengan cara untuk menghukum diri mereka sendiri, hal ini terlihat dari surat-surat yang Teresa kirimkan banyak konflik-konflik terjadi dalam diri Teresa tentang pencapaian perintah Tuhan yang berakibat kehampaan akan Tuhan pada Teresa sebagai “hukuman” bagi dirinya. Setelah lama mengalami perasaan hampa akan Tuhan, Teresa menemukan kembali keseimbangan spiritualnya dengan bantuan pastur-pastur tempat ia mencurahkan perasaannya, Teresa menerima keadaan ini tidak pada hatinya melainkan pada keinginannya untuk terus menjalankan apa yang telah Tuhan katakan ketika mereka pertama kali bertemu. Pengalaman kehampaan akan hadirnya Tuhan merupakan sebuah hal yang memalukan untuk Teresa, tetapi di sisi lain ternyata pengalaman ini sangat berharga bagi orang lain yang mempunyai pengalaman yang sama dan ingin mencari jawaban atas kehampaan akan hadirnya Tuhan.


Punya Olga:
Bunda Theresa, yang selama ini dikenal publik sebagai biarawati dengan kebaikan dan kerelaan hati menolong orang-orang lemah, miskin, tak berdaya, dan terabaikan, ternyata juga pernah mengalami keraguan tentang eksistensi Tuhan, yang disebut sebagai masa “kekeringan rohani”, selama lima puluh tahun masa hidupnya, yang dimulai saat ia memenuhi panggilan Tuhan untuk melayani orang-orang lemah tersebut, seperti yang tertuang dalam buku Come Be My Light. Terdapat tiga pandangan mengenai keraguan yang dialami Bunda Theresa tersebut, yaitu menurut Kolodiejchuk yang menganggap bahwa orang dengan kepribadian kuat akan mengalami proses “pemurnian” (baca: pencobaan) lebih kuat, seperti yang dialami Bunda Theresa yang berkeinginan besar menjalankan misi yang telah Tuhan berikan padanya; Gottlieb dari sudut pandang psikoanalisa menganggap bahwa orang dengan kepribadian tertentu akan mengalami konflik antara target tinggi yang ingin ia capai dan hukuman yang akan diberikan bila ia tak sanggup memenuhi target tersebut; pandangan atheis yang menganggap bahwa Bunda Theresa kehilangan motivasi utamanya dalam pelayanan sehingga ia mengerjakan sesuatu tanpa gairah seperti semula. Pada akhirnya, Bunda Theresa menemukan kembali semangat pelayanannya dengan dukungan teman-teman sesama pelayan Tuhan dan juga dari masa perenungan yang Bunda Theresa sendiri lakukan tentang motivasi semula ia melayani Tuhan. Insight artikel ini sebenarnya ingin menyampaikan bahwa setiap orang beragama/berkeyakinan terhadap Tuhan, akan mengalami masa keraguan tentang keberadaan dan pemeliharaan Tuhan dalam hidup, yang memang “nature” setiap orang.

Punya Tisa

Surat-surat rahasia Bunda Teresa kepada para pastor mengungkapkan penderitaannya yang mendalam selama hampir lima puluh tahun kehidupannya sebagai seorang biarawati. Selama hampir lima puluh tahun, Bunda Teresa tidak merasakan kehadiran Tuhan dalam hidupnya sehingga ia sering kali merasa hampa dan tidak berarti. Pertanyaannya tentang penyebab kehampaannya itu akhirnya dijawab oleh salah seorang pastor yang bernama Joseph Neuner yang mengatakan: bahwa kehampaannya itu tidak ada penyembuhnya di dunia ini; bahwa merasakan kehadiran Tuhan bukan satu-satunya bukti keberadaan Tuhan dan keinginan Bunda Teresa untuk terus merasakan Tuhan adalah tanda pasti bahwa Tuhan memang hadir secara tersembunyi dalam hidupnya; dan bahwa kehampaannya itu merupakan bagian dari spiritualitas Bunda Teresa dalam mengerjakan pekerjaan Tuhan. Setelah mendapatkan jawaban itu, Bunda Teresa dapat menemukan lagi keseimbangan dalam kehidupan spiritualnya. Pada akhirnya, sebelum kematiannya, Bunda Teresa meminta agar semua surat yang pernah dialamatkan kepada para pastor itu untuk dimusnahkan karena ia berpikir bahwa masyarakat akan lebih memikirkan dirinya daripada Tuhan jika surat-surat itu menjadi konsumsi publik. Bunda Teresa hanya ingin segala pekerjaan yang dilakukannya di dunia merupakan pekerjaan Tuhan semata.

Punya Shanti
Tulisan “Her Agony” membahas mengenai penderitaan yang dirasakan Bunda Teresa akibat keraguannya akan keberadaan Tuhan. Bukti mengenai hal tersebut diambil dari surat-surat yang ditulisnya selama 66 tahun, yang dikumpulkan oleh Rev. Brian Kolodiejchuk dan dibukukan dengan judul ”Mother Teresa: Come Be My Light”. Pada tahun 1946 Bunda Teresa merasa bahwa Yesus bicara padanya dan memintanya secara pribadi untuk melayani “orang-orang paling miskin di antara yang miskin”, dan segera setelah permintaan itu dipenuhinya Bunda Teresa merasakan kesepian dan kekosongan dalam hatinya. Kesepian dan kekosongan itu semakin parah dirasakan Bunda Teresa seiring dengan makin banyaknya kebaikan yang dilakukannya sampai pada suatu titik ia mulai mempertanyakan keberadaan Tuhan. Kaum atheis dan kaum religius memiliki tanggapan dan penjelasan masing-masing mengenai apa yang dialami Bunda Teresa, namun Bunda Teresa sendiri menemukan ketenangan melalui penjelasan Rev, Joseph Neuner yang mengatakan bahwa apa yang dialami Bunda Teresa adalah jawaban dari doanya untuk bisa merasakan seutuhnya penderitaan yang dirasakan Yesus. Fenomena ini dapat dijadikan contoh bahwa keraguan adalah hal yang wajar dalam hidup, dan orang-orang yang kasusnya tidak seperti Bunda Teresa seharusnya dapat mengatasi keraguan itu dan tetap menjalani hidup dengan berpegang pada firman Tuhan.

Punya Dekari:

Tulisan ini membahas mengenai sebuah kenyataan baru mengenai religiusitas seorang Mother Teresa. Hal tersebut disarikan dari sebuah buku berjudul "Mother Teresa: Come Be My Light", yang merupakan kumpulan dari surat-surat yang ditulis Mother Teresa. Pada buku tersebut, diungkapkan keraguan-keraguan yang pernah timbul pada diri beliau, dan membuat dirinya sempat merasakan ketiadaan Tuhan selama kurang lebih 50 tahun. Pergulatan batinnya pun semakin menjadi-jadi akibat kemiskinan lingkungan tempat beliau menjadi pelayan Tuhan. Namun selain itu semua, dikisahkan pula dialog-dialog beliau dengan Tuhan Yesus, dan membuat buku ini semakin kontradiktif pada tiap-tiap bagiannya. Bisa dikatakan, buku ini membuka tabir sisi lain dari diri seorang Mother Teresa.

Punya Harumi:

Come be my light adalah autobiografi yang menceritakan tentang Tuhan dan keimanan dari seorang penerima nobel, Mother Teresa. Beliau memiliki beberapa pengalaman spiritual, berupa percakapan dengan Jesus, sehingga memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya sebagai guru dan terjun menolong orang yang paling miskin dan sekarat, setelah menjalani pelatihan dasar pengobatan agar mereka mendapatkan cinta dari Tuhan. Dalam menjalankan perintah dari Tuhannya, Mother Teresa seringkali merasakan kesepian saat tidak merasakan kehadiran Jesus, sehingga beliau sering berbicara kepada pendeta lainnya tentang dilema yang dihadapinya. Walaupun demikian keimanan-nya tidak berkurang, sebaliknya semakin bertambah besar. Beliau meyakini bahwa dengan mengabdi kepada masyarakat, khususnya kaum papa, maka ikatan antara dirinya dengan Jesus dan Bunda Maria semakin kuat. Kisah Mother Teresa dalam buku come be my light adalah sebuah antidote, bukan hanya di dalam kehidupan spiritual tetapi juga di dalam kehidupan secara keseluruhan.

Punya Navika:

“Her Agony”, sebuah artikel yang baru-baru ini dimuat Times, mengemukakan tulisan-tulisan mendiang Mother Teresa, “Saint of The Gutters”, selama hidupnya. Yang menarik, tulisan-tulisan tersebut, terangkum dalam buku Came Be My Light, bukannya mencitrakan ketenangan batin seorang biarawati yang juga disebut “The Saint of The Gutters” ini, tetapi mengungkapkan kegundahan dan kekeringan yang dia rasakan selama hampir 50 tahun karena tidak merasakan kehadiran Tuhan dalam dirinya. Para agamawan sekuler, psikolog, dan bahkan penganut ateis mencoba menjelaskan melalui sudut pandang masing-masing apa yang sebenarnya menyebabkan kontradiksi image Mother Teresa di mata publik sangat berbeda dengan apa yang dia rasakan sebenarnya. Namun, penjelasan tersebut banyak ditolak oleh kaum relijius yang berpendapat bahwa kenyataan sebenarnya hanya diketahui pasti oleh Mother Teresa. Publikasi tulisan-tulisan biarawati yang sempat menjadi contoh ‘modern saint’ ini sebenarnya tidak sepenuhnya disetujui oleh sang penulis. Namun, setidaknya, Come Be My Light menjadi pembelajaran bagi setiap individu untuk tidak lagi takut merasa salah dalam mengenal Tuhan.

2 komentar:

Psyche mengatakan...

Menurut gw 3 abstrak terbaik: Dion, Mon-Mon, Dian
Alasannya: cakupan isi yang digambarkan oleh abstrak tsb sudah meliputi poin2 yg ingin disampaikan. Poin 1: bahwa kehidupan bunda teresa tidak semulus yang diperkirakan orang (mengalami perasaan tiadanya Tuhan).
Poin 2: penjelasan mengenai poin 1 (kenapa hal tsb bisa terjadi)
poin 3: Detail2nya ga terlalu banyak yang hilang

Psyche mengatakan...

siapa, nih, yang ninggalin komen diatas gue? koq ga ada namanya?

klo rangking gue:
1. dion
2. Olga
3. Cune/Shanti

yang nulis: dion